Belajar Cinta Dengan IlmuNya

Apakah yang anda ketahui tentang cinta?
Apakah anda sedang/pernah jatuh cinta?
Apakah anda ingin jatuh cinta?
Apa/siapakah yang anda cintai?
Untuk siapakah cinta anda?


Hanya sekedar saling mengingatkan, dan mereview kembali tentang ilmu cinta. Dan sekaligus mungkin menjawab beberapa pertanyaan diatas. Perlu kita sadari ketika kita berusaha menggali dan memahami cinta, tentunya banyak dari kita yang tidak menemukan makna dan maksud dari cinta itu sendiri. Jadi, cinta itu tak dapat didefinisikan. Lalu bagaimanakah dengan cinta yang selama ini ada dalam hidup kita? Sesungguhnya cinta itu ada atau tidak? Cinta adalah fitrah manusia, dan ia bisa menyelematkan dan menjerumuskan manusia itu sendiri.

Imam Ibnu al-Qayyim mengatakan, "Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri. Kebanyakan orang hanya memberikan penjelasan dalam hal sebab-musabab, konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta serta hukum-hukumnya. Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan, kedudukan, keadaan dan penguasaannya terhadap masalah ini. (Madarijus Salikin 3/11).

Beberapa definisi cinta:
  • Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang dicintai).
  • Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.
  • Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia (yang dicintai) daripada diri dan harta sendiri, seia-sekata dengannya baik dengan sembunyi-sebunyi maupun terang-terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang.
  • Mengembaranya hati karena mencari yang dicintai sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya.
  • Menyibukkan diri untuk mengenang yang dicintainya dan menghinakan diri kepadanya.
Dari uraian di atas, menurut saya dalam memahami cinta kita tidak perlu mencari arti kata cinta tersebut karena itu sulit dan yang pasti kita semua membutuhkan cinta, mencintai dan atau dicintai. Dan harus jeli serta konsentrasi dalam mencintai dan mengharap cinta agar kebahagiaan dan ketentraman bernar-benar terwujud serta tak tertipu oleh kesenangan yang semu dan sementera.
Apabila kita berbicara tentang cinta, maka kita akan selalu membicarakan cinta manusia antar jenis kelamin, pria dan wanita. Mengapa kita begitu naif? Padahal cinta itu tidak hanya demikian. Ada cinta terhadap sahabat, ilmu, keluarga, tahta, harta, bahkan cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Cinta memang fitrah manusia, ada dalam setiap jiwa manusia yang hidup. Namun, ia bukan lagi cinta yang suci dan murni (nonfitrahwi) apabila cinta itu tidak dinakhodai oleh cahaya Ilahi.
Allah berfirman dalam ayat 24 dari surat At Taubah, katakanlah, “jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kaum yang fasik.

Ayat ini memberi peringatan agar manusia selalu mengutamakan cinta kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya dan jangan sampai cinta manusiawi menyaingi bahkan mengalahkan cinta agung tersebut. Syari’at Islam yang agung ini tidak menafikan adanya perasaan cinta atau melarang cinta itu tumbuh dan bersemai tetapi syari’at mengatur dan memberi petunjuk agar cinta yang fitrah manusia ini bermanfaat, membawa kebahagiaan, dan berada pada jalur yang semestinya. Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. (HR. Adailami).

Secara sederhana cinta terbagi dua, yaitu cinta ukhrawi dan duniawiCinta ukhrawi adalah cinta yang harus dipelihara dan diberikan nutrisi agar ia kokoh dan tegas dalam menjalani pelbagai peliknya kehidupan. Ia juga akar dari segala cinta karena cinta yang lain akan ikut sehat apabila ia juga sehat, dan sebaliknya. Berdasarkan firman Allah swt tersebut di atas cinta ukhrawi ada 3 (tiga). Pertama, cinta kepada Allah (QS. 2 : 165). Dalam hal ini Allah ‘Azza wa Jalla patut ditempatkan pada urutan pertama, ia adalah cinta dari segala cinta. Cinta yang memberi kebahagiaan hakiki ketika bersuka, dan cinta yang memberi ketabahan/kesabaran ketika berduka;Allahush shamad (Allah tempat bergantung). Cinta ini adalah cinta yang menerangi kehidupan.Kedua, cinta kepada Rasulullah saw, tentunya tanpa menafikan para nabi dan rasul lainnya, cinta ini yang menjadi tolak ukur iman seseorang sebagaimana ketika Rasulullah saw bertanya kepada Umar ra tentang apa yang paling Umar al-Khaththab cintai. Bahkan ketika perang Uhud ada seorang sahabat yang menyerukan beberapa anaknya untuk menjaga keselamatan Rasul tercinta hingga anak-anaknya tersebut syahid. Ketiga, cinta dalam berjihad di jalan Allah. Ini adalah suatu seruan berjuang untuk dinullah al-karim serta istiqamah di atas jalan jihad tersebut. Baik jihad harta maupun jiwa (QS. 9 : 111,  61 : 10-11).

Cinta duniawi adalah cobaan bagi manusia, dengannya manusia akan meraih kebahagiaan dan dengannya pula manusia akan mendapat kesengsaraan. Cinta duniawi ini yang sering melalaikan manusia dari cinta ukhrawi karena ia selain suatu nikmat tetapi juga ujian dan di sini pasukan iblis mengambil perannya menjerumuskan manusia ke lembah kehinaan, neraka. Pada bagian ini manusia sulit membedakan antara al-haq dan al-bathil, benar dan salah, fitrah dan nafsu, hidayah dan bisikan syetan; sehingga lahir pepatah love is blind. Cinta duniawi ini banyak jenisnya:pertama, cinta kepada orang tua. Ini adalah landasan seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Bahkan kalau mau dibandingkan seorang anak yang berhaji bersama ibunya sebanyak 7x kalipun dengan berjalan kaki belum dapat membalas jasa ibu yang melahirkan dan mendidiknya. Kedua, cinta kepada anak dan kerabat. Anak dan keluarga akan menjadi penerus dan kebanggaan sehingga dalam mencurahkan cinta dan kasih sayang banyak orang tua yang mengorbankan segalanya sampai tidak memperhatikan diri sendiri. Apabila ia baik maka melahirkan generasi rabbani dan apabila ia buruk akan melahirkan generasi yang toleh. Ketiga, cinta kepada istri/suami. Ini adalah cinta suci yang dibangun dalam suatu ikatan mulia pernikahan. Beberapa manusia mudah terbiar oleh cinta model ini. Dan pada akhir zaman ini, banyak yang memulai cinta ini dengan salah langkah. Keempat, cinta kepada kesenangan dunia; persahabatan, tahta, harta kekayaan, tempat tinggal, dsb. Hal ini akan dihilangkan apabila kita mau menerima ajaran dan praktek-praktek sufisme. Untuk model cinta ini sebaiknya kita mengutamakan sikap zuhud.

Dari seluruh model cinta duniawi yang cukup menarik menjadi perbincangan adalah cinta kepada lawan jenis. Sesungguhnya ia merupakan nikmat yang tak terungkap karena ia akan tersimpan di dalam lubuk hati. Dan karenanya pula banyak kalangan pemuda-pemudi yang terjebak oleh panah asmara, karena sifatnya yang sulit ditebak dan mudah berubah, terlahir pepatah cinta monyetuntuk kalangan remaja sekolah. Dalam hal ini syetan sangat mudah dalam membisikan keburukan dan kejahatan ke dalam dada manusia. Oleh karena itu, Rasulullah saw menghimbau untuk menjaga pandangan (24 : 30-31) dan melarang sikap khalwat serta ikhtilat"Telah ditulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina yang akan ditemui dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Zinanya mata adalah melihat, zinanya telinga adalah mendengar, zinanya kaki adalah berjalan, dan zinanya hati adalah keinginan dan berangan-angan, dan semua itu dibenarkan atau didustakan oleh kelaminnya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Nah, karena rasanya yang menggebu-gebu dan beberapa kasus/orang cukup sulit pengendaliannya maka terciptalah budaya pacaran bahkan ada idiom cinta itu kentut. Sesungguhnya Islampun tidak melarang umatnya berpacaran, “bermesraan”, atau berbagi kasih kepada orang yang dicintai, di dalam Islam hal ini boleh dilakukan bahkan harus ketika dua insan telah terikat dalam suatu pernikahan; (ayo...! siap menikah? Lebih menjaga lho...).

"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik." (Ali Imran: 14).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Tidaklah ada suatu cobaan yang terjadi sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yang melebihi bahayanya adalah cobaan yang berhubungan dengan soal wanita". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqqinmenyatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta, yaitu:
  • Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai oleh kekasihnya.
  • Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut.
  • Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Dengan kelengkapan ketiga faktor cinta yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim tersebut, maka terbuktilah tali percintaan, dan akan menjadi lemah jika terdapat kekurangan dari ketiga faktor itu. Hal ini diakui oleh Islam dan oleh semua pihak yang menentang Islam. Tapi Islam membedakan antara cinta dan seks sebagai nafsu. Cinta adalah mawaddah wa rahmah, sedang nafsu seks sebagai naluri adalah nafsu syahwat. Keduanya hanya bisa bersatu dalam perkawinan, karena berseminya cinta yang terjadi sesudah pernikahan adalah cinta yang dijamin oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 21, artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, bahwa Islam tidak mengenal percintaan sebelum perkawinan yang sah, apalagi dengan pengumbaran nafsu syahwat, sehingga menjadi naluri dan cenderung mengajak pada perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah Ta'ala, sebagaimana telah termaktub dalam Surat Yusuf ayat 53, artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya."
"Bohong!", itulah komentar sinis mereka guna membela nafsu syahwatnya, untuk melegimitasi percintaan secara haram. Bahkan lebih parah lagi, mereka berani bersumpah, cinta yang dilahirkan bersama sang kekasih adalah cinta suci, bukan cinta birahi dan syaithani. Padahal yang dijaga dalam Islam bukanlah semata-mata perihal kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja, tetapi lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan sekujur anggota tubuh. Bahkan kesucian hati juga wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan bukan mahramnya, zinanya hati adalah membayangkan dan menghayal, dan zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya[1]. Untuk lebih sederhananya dalam Islam cinta tidak melahirkan pernikahan, tetapi pernikahanlah yang melahirkan cinta; merasa sedang jatuh cinta, MENIKAHLAH!

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku." (HR. Muslim)

Dari Mu'adz bin Jabal ra, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah ra, diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?' 'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla', jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Ungkapkan Cinta Karena Allah
Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, "Ada seorang laki-laki di sisi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya." (HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani).

Beberapa catatan dan pesan:
  • Cinta kepada Allah Ta’ala adalah cinta tertinggi dan teragung, peliharalah dia niscaya Allah akan menjagamu dengan cinta-Nya. Dan cinta model tidak sejalan dengan sikap cinta orang-orang sufi (tasawuf).
  • Cinta kepada Rasul Allah dan berjihad di jalan Allah juga penting. Buktikanlah dengan berpegang teguh pada sunnah Rasulullah saw dalam memposisikan diri dalam manhaj para Nabi dalam berjihad dan berdakwah.
  • Cintailah agama ini dengan mendalami ilmunya dan mendakwahkannya.
  • Cinta duniawi, pelihara dan jagalah dengan pancaran cahaya Ilahi yaitu ilmu din, bukan ilmu filsafat dan sikap pluralisme.
  • Cintailah manusia niscaya mereka mencintaimu. Dan ungkaplah perasaan cintamu kepada orang yang engkau cintai (sesama jenis kelamin), dan kepada orang tuanya apabila ia seorang pria atau wanita.

Maraji' (sumber):
  1. Alquran al-karim.
  2. Buletin An Nur: (dari situs yayasan Al Sofwa à www.alsofwah.or.id)


    1. Cinta dan Mencintai Allah oleh Abu Muhammad.
    2. Wanita, Cinta, dan Naluri Seks dalam Tinjauan Islam oleh Abu Abbas.


  3. Faiz Almath, Muhammad. 1974. 1100 Hadits Terpilih; Sinar Ajaran Muhammad terj. Jakarta : Gema Insani Press.

Category: 0 komentar

0 komentar:

Search This Blog

Blog Archive

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

choiriyah fitriani amiliyah. Diberdayakan oleh Blogger.